Mulai dari Kosku berada di wilayah Jakarta Selatan dekat perbatasan Tangerang. Lokasinya yang nyaman dan tenang, jau dari hiruk pikuk kota, membuatku betah tinggal lama disini sejak tahun 2015. Sudah 7 tahun lebih aku belum pernah pindah. Tetangga-tetangga pun heran mengapa aku betah tinggal disitu padahal bu kostku terkenal orangnya kolot dan masih memegang tradisi lama. Orangnyapun alim dan tidak suka anak kostnya berbuat macam-macam dan kalau ketahuan sudah pasti diusir dari rumah kostnya.
Rumah kostku 2 lantai yang disewakan hanya 5 kamar dengan ukuran sedang dan kostnya baik untuk putra maupun putri, yang masih single maupun yang sudah berkeluarga. Kamar mandi untuk anak kost disedakan ada 2 didalam rumah satu dan yang diluar juga ada. Ibu koskupun tinggal disitu cuman tinggal di kamar sebelah dalam bersama anak semata wayangnya Mas Rano.
Kejadian ini terjadi sekitar tahun 2005, Rumah kost hanya terisi dua satu untukku dan sebelahnya lagi keluarga Mas Tarno berasal dari Yogyakarta. Mas Tarno umurnya 2 tahun diatasku jadi waktu itu sekitar 26 tahun. Istrinya bernama Nita seumuran denganku. Nita orangnya manis putih tinggi sekitar 165 cm ukuran payudara sekitar 34-an. Mereka sudah dikaruniai satu orang anak masih berumur 2 tahun bernama Rara. Mas Tarno orangnya penggangguran. Jadi untuk keperluan, Nita-lah yang bekerja dari pagi sampai malam di sebuah Supermarket terkenal (supermarket ini sering dikenai sanksi oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha lho!!!….hayo tebak siapa bisa..hahahaha….) sebagai SPG sebuah produk susu untuk balita. Karena keperluannya yang begitu banyak, Nita (menurut pengakuannya) sampai meminta pihak manajemen untuk bisa bekerja 2 shift.
Tentunya
keluarga macam ini sering cek-cok. Nita mengganggap Mas Tarno orangnya pemalas
bisanya hanya minta duit untuk beli rokok. Padahal jerih payah Nita seharusnya
untuk beli susu buat Rara putrinya. Mas Tarno pun sering membalas omelan-omelan
Nita dengan tamparan dan tendangan bahkan dilakukan didepan anaknya. Aku
sendiri tidak betah melihat pertengkaran itu.
Suatu saat, Mas Tarno dapat pekerjaan sebagai ABK dan tentunya harus
meninggalkan keluarganya dalam waktu yang cukup lama. Nita senangnya bukan main
mendengarnya. Akan tetapi hal itu tidak berlangsung lama.
Pada
malam itu, aku ngobrol dengan Nita dikamarnya sambil nonton TV. Si Rara
muter-muter sambil bermain maklum umur segitu masih lucu-cucunya.
“Sekarang sepi ya, Nit….nggak ada Mas Tarno.” kataku
“Lebih baik gini, Ted. Enakan kalo Mas Tarno nggak ada.” Keluh Nita kepadaku.
“Emangnya Kenapa?” tannyaku.
“Mas Tarno tuh kerja nggak kerja tetep nyusahin. wajar khan kalo aku minta duit
ke Mas Tarno? Aku khan istrinya. Eh, Dianya marah-marah. Besoknya aku diomelin
juga ama ibu mertuaku. Katanya aku nggak boleh minta duitnya dulu biar bisa
buat nabung. Gombal!!! Aku nggak percaya Mas Tarno bisa nabung!!!” Dia jawab
dengan marah-marah.
“Sabar
ya…” Aku mencoba untuk menenangkannya apalagi Rara dah minta bobo’.
“Seandainya Mas Tedy yang jadi suamiku mungkin aku tidak akan merana. Mas Tedy
dah dapat pekerjaan tetap dan digaji besar sedangkan suamiku, Mas Tarno hanya
pekerja kasar di kapal itupun baru sebulan sebelumnya penggangguran.” Keluhnya.
“Udah…jangan berandai-andai….biarkan hidup mengalir saja.” Jawabku sekenanya.
“Mas, …..
Tiba-tiba Nita duduk disebelahku mengapit tangganku dan menyandarkan kepalanya.
Aku sungguh terkejut. Aku tahu Nita butuh kasih sayang, butuh belaian, butuh
perhatian. Bukan tendangan dan tamparan. Aku balas dia dengan pelukan di
bahunya. Sayang sekali Wanita semanis Nita disia-siakan oleh laki-laki. Tapi
Aku juga laki-laki normal punya nafsu terhadap wanita. Justru inilah
kesempatanku untuk mengerjai Nita apalagi ibu kostku menjengguk keluarganya di
Surabaya selama seminggu dan baru berangkat kemarin malam dan Mas Rano dapat
jatah kerja Shift malam di sebuah Mall. Yuhuyyy…akhirnya kesempatan itu tiba!!!
Kutoleh Nita yang saat itu sedang memakai daster, tanpa basa basi aku langsung
merengkuh tubuh Nita yang montok itu kedalam pelukanku dan langsung kucium
bibirnya yang tipis itu. Nita memeluk tubuhku erat erat, Nita sangat pandai
memainkan lidahnya, terasa hangat sekali ketika lidahnya menyelusup diantara
bibirku. Tanganku asyik meremas susu Nita yang tidak seberapa besar tapi
kencang, pentilnya kupelintir membuat Nita memejamkan matanya karena geli.
Dengan sigap aku menarik daster Nita, dan seperti biasanya Nita sudah tak
mengenakan apa apa dibalik dasternya itu ternyata Nita memang sudah
merencanakannya tanpa sepengetahuanku. Tubuh Nita benar benar aduhai dan merangsang
seleraku, tubuhnya semampai, putih dengan susu yang pas dengan ukuran tubuhnya
ditambah nonok yang tak berambut mencembung.
“Eh gimana kalo si Rara bangun?” tanyaku.
“Tenang aja Mas Tedy, Susu yang diminum Rara tadi dah aku campurin CTM.”
Jawabnya dengan gaya yang manja. Benar-benar persiapan yang sempurna.
Ketika kubentangkan bibir nonoknya, itilnya yang sebesar biji salak langsung
menonjol keluar. ketika kusentuh dengan lidahku, Nita langsung menjerit lirih.
Aku langsung mencopot baju dan celanaku sehingga penisku yang sepanjang 12 cm
langsung mengangguk angguk bebas. Ketika kudekatkan penisku ke wajah Nita,
dengan sigap pula Nita menggenggamnya dan kemudian mengulumnya. Kulihat bibir
Nita yang tebal itu sampai membentuk huruf O karena penisku yang berdiameter 3
cm itu hampir seluruhnya memadati bibir mungilnya, Nita sepertinya sengaja
memamerkan kehebatan kulumannya, karena sambil mengulum penisku ia berkali kali
melirik kearahku. Aku hanya dapat menyeringai keenakan dengan servis Nita ini.
Mungkin posisiku kurang tepat bagi Nita yang sudah berbaring itu sementara aku
sendiri masih berdiri disampingnya, maka Nita melepaskan kulumannya dan
menyuruhku berbaring disebelahnya. Setelah aku berbaring dengan agak tergesa
gesa Nita merentangkan kedua kakiku dan mulai lagi menjilati bagian peka
disekeliling penisku, mulai dari pelirku, terus naik keatas sampai keNitang
kencingku semuanya dijilatinya, bahkan Nita dengan telaten menjilati Nitang
duburku yang membuat aku benar benar blingsatan. Aku hanya dapat meremas remas
susu Nita serta merojok nonoknya dengan jariku. Aku sudah tak tahan dengan
kelihaian Nita ini, kusuruh dia berhenti tetapi Nita tak memperdulikanku
malahan ia makin lincah mengeluar masukkan penisku kedalam mulutnya yang hangat
itu. Tanpa dapat dicegah lagi air maniku menyembur keluar yang disambut Nita
dengan pijatan pijatan lembut dibatang penisku seakan akan dia ingin memeras
air maniku agar keluar sampai tuntas.
Ketika Nita merasa kalau air maniku sudah habis keluar semua, dengan pelan pelan dia melepaskan kulumannya, sambil tersenyum manis ia melirik kearahku. Kulihat ditepi bibirnya ada sisa air maniku yang masih menempel dibibirnya, sementara yang lain rupanya sudah habis ditelan oleh Nita. Nita langsung berbaring disampingku dan berbisik “Mas Tedy diam saja ya, biar saya yang memuaskan Mas !” Aku tersenyum sambil menciumi bibirnya yang masih berlepotan air maniku sendiri itu. Dengan tubuh telanjang bulat Nita mulai memijat badanku yang memang jadi agak loyo juga setelah tegang untuk beberapa waktu itu, pijatan Nita benar benar nyaman, apalagi ketika tangannya mulai mengurut penisku yang setengah ngaceng itu, tanpa dihisap atau diapa apakan, penisku ngaceng lagi, mungkin karena memang karena aku masih kepengen main beberapa kali lagi maka nafsuku masih bergelora. Aku juga makin bernafsu melihat susu Nita yang pentilnya masih kaku itu, apalagi ketika kuraba nonoknya ternyata itilnya juga masih membengkak menandakan kalau Nita juga masih bernafsu hanya saja penampilannya sungguh kalem .
Melihat penisku yang sudah tegak itu, Nita langsung mengangkangi aku dan
menepatkan penisku diantara bibir nonoknya, kemudian pelan pelan ia menurunkan
pantatnya sehingga akhirnya penisku habis ditelan nonoknya itu. Setelah penisku
habis ditelan nonoknya, Nita bukannya menaik turunkan pantatnya, dia justru
memutar pantatnya pelan pelan sambil sesekali ditekan, aku merasakan ujung
penisku menyentuh dinding empuk yang rupanya leher rahim Nita. Setiap kali Nita
menekan pantatnya, aku menggelinjang menahan rasa geli yang sangat terasa
diujung penisku itu. Putaran pantat Nita membuktikan kalau Nita memang jago
bersetubuh, penisku rasanya seperti diremas remas sambil sekaligus dihisap
hisap oleh dinding nonok Nita. Hebatnya nonok Nita sama sekali tidak becek,
malahan terasa legit sekali, seolah olah Nita sama sekali tak terangsang oleh
permainan ini. Padahal aku yakin seyakin yakinnya bahwa Nita juga sangat
bernafsu, karena kulihat dari wajahnya yang memerah, serta susu dan itilnya
yang mengeras seperti batu itu. Aku makin lama makin tak tahan dengan gerakan
Nita itu, kudorong ia kesamping sehingga aku dapat menindihinya tanpa perlu
melepaskan jepitan nonoknya.
Begitu posisiku sudah diatas, langsung kutarik penisku dan kutekan sedalam dalamnya memasuki nonok Nita. Nita menggigit bibirnya sambil memejamkan mata, kakinya diangkat tinggi tinggi serta sekaligus dipentangnya pahanya lebar lebar sehingga penisku berhasil masuk kebagian yang paling dalam dari nonok Nita. Rojokanku sudah mulai tak teratur karena aku menahan rasa geli yang sudah memenuhi ujung penisku, sementara Nita sendiri sudah merintih rintih sambil menggigiti pundakku. Mulutku menciumi susu Nita dan menghisap pentilnya yang kaku itu, ketika Nita memintaku untuk menggigiti susunya, tanpa pikir panjang aku mulai menggigit daging empuk itu dengan penuh gairah, Nita makin keras merintih rintih, kepalaku yang menempel disusunya ditekan keras keras membuatku tak bisa bernafas lagi, saat itulah tanpa permisi lagi kurasakan nonok Nita mengejang dan menyemprotkan cairan hangat membasahi seluruh batang penisku.
Ketika aku mau menarik pantatku untuk memompa nonoknya, Nita dengan keras menahan pantatku agar terus menusuk bagian yang paling dalam dari nonoknya sementara pantatnya bergoyang terus diatas ranjang merasakan sisa sisa kenikmatannya. Dengan suara agak gemetar merasakan kenikmatannya, Nita menanyaiku apakah aku sudah keluar, ketika aku menggelengkan kepala, Nita menyuruhku mencabut penisku. Ketika penisku kucabut, Nita langsung menjilati penisku sehingga cairan lendir yang berkumpul disitu menjadi bersih. Penisku saat itu warnanya sudah merah padam dengan gagahnya tegas keatas dengan urat uratnya yang melingkar lingkar disekeliling batang penisnya. Nita sesekali menjilati ujung penisku dan juga buah pelirku. Ketika Nita melihat penisku sudah bersih dari lendir yang membuat licin itu, dia kembali menyuruhku memasukkan penisku, tetapi kali ini Nita yang menuntun penisku bukannya keNitang nonoknya melainkan keNitang duburnya yang sempit itu. Aku menggigit bibirku merasakan sempit serta hangatnya Nitang dubur Nita, ketika penisku sudah menyelusup masuk sampai kepangkalnya,
Nita menyuruhku memaju mundurkan penisku, aku mulai menggerakkan penisku pelan pelan sekali.
Kurasakan betapa ketatnya dinding dubur Nita menjepit batang penisku itu,
terasa menjalar diseluruh batangnya bahkan terus menjalar sampai keujung
kakiku. Benar benar rasa nikmat yang luar biasa, baru beberapa kali aku
menggerakkan penisku, aku menghentikannya karena aku kuatir kalau air maniku
memancar, rasanya sayang sekali jika kenikmatan itu harus segera lenyap. Nita
menggigit pundakku ketika aku menghentikan gerakanku itu, ia mendesah minta
agar aku meneruskan permainanku. Setelah kurasa agak tenang, aku mulai lagi
menggerakkan penisku menyelusuri dinding dubur Nita itu, dasar sudah lama
menahan rasa geli, tanpa dikomando lagi air maniku tiba tiba memancar dengan
derasnya, aku melenguh keras sekali sementara Nita juga mencengkeram pundakku.
Aku jadi loyo setelah dua kali memuntahkan air mani yang aku yakin pasti sangat banyak. Tanpa tenaga lagi aku terguling disamping tubuh Nita, kulihat penisku yang masih setengah ngaceng itu berkilat oleh lendir yang membasahinya. Nita langsung bangun dari tempat tidur, dengan telanjang bulat ia keluar mengambil air dan dibersihkannya penisku itu, aku tahu kali ini dia tak mau membersihkannya dengan lidah karena mungkin dia kuatir kalau ada kotorannya yang melekat. Setelah itu, disuruhnya aku telungkup agar memudahkan dia memijatku, aku jadi tertidur, disamping karena memang lelah, pijatan Nita benar benar enak, sambil memijat sesekali dia menggigiti punggungku dan pantatku. Aku benar benar puas menghadapi perempuan satu ini.
Aku tertidur cukup lama, ketika terbangun badanku terasa segar sekali, karena selama aku tidur tadi Nita terus memijit tubuhku. Ketika aku membalikkan tubuhku, ternyata Nita masih saja telanjang bulat, penisku mulai ngaceng lagi melihat tubuh Nita yang sintal itu, tanganku meraih susunya dan kuremas dengan penuh gairah, Nitapun mulai meremas remas penisku yang tegang itu.
“Yuk kita ke kamar mandi” ajakku
“Sapa takut…..”
Aku menarik tangan Nita keluar kamar sambil bugil tapi aku sempatkan menyambar
2 buah handuk kemudian berjalan mengendap masuk , takut ketahuan tetangga
sebelah rumah dan mengunci pintu kamar mandinya dari dalam.
” Nit…kamu seksi banget..” desisku sambil lebih mendekatinya, dan langsung
mencium bibirnya yang ranum. Nita membalas ciumanku dengan penuh gairah, dan
aku mendorong tubuhnya ke dinding kamar mandi.
Tanganku membekap dadanya dan memainkan putingnya. Nita mendesah pelan. Ia
menciumku makin dalam. Kujilati putingnya yang mengeras dan ia melenguh nikmat.
Aku ingat, pacarku paling suka kalau aku berlama-lama di putingnya. Tapi kali
ini tidak ada waktu, karena sudah menjelang pagi. Nita mengusap biji pelirku.
Kunaikan tubuh Nita ke bak mandi. Kuciumi perutnya dan kubuka pahanya.
Bulu kemaluannya rapi sekali. Kujilati liangnya dengan nikmat, sudah sangat basah sekali. ia mengelinjang dan kulihat dari cermin, ia meraba putingnya sendiri, dan memilin-milinnya dengan kuat.
Kumasukan dua jari tanganku ke dalam liangnya, dan ia menjerit tertahan. Ia
tersenyum padaku, tampak sangat menyukai apa yg kulakukan. Jari telunjuk dan
tengahku menyolok-nyolok ke dalam liangnya, dan jempolku meraba-raba kasar
klitorisnya. Ia makin membuka pahanya, membiarkan aku melakukan dengan leluasa.
Semakin aku cepat menggosok klitorisnya, semakin keras desahannya.
Sampai-sampai aku khawatir akan tetangga sebelah rumah dengar karena dinding
kamar mandi bersebelahan tepat dengan dinding rumha tetangga. Lalu tiba-tiba ia
meraih kepalaku, dan seperti menyuruhku menjilati liangnya.
” Ahhh…ahhh….Mas…Arghhhh..uhhh….Maaasss….” ia mendesah-desah girang ketika
lidahku menekan klitorisnya kuat2. Dan jari-jariku makin mengocok liangnya.
Semenit kemudian, Nita benar-benar orgasme, dan membuat mulutku basah kuyub
dengan cairannya. Ia tersenyum lalu mengambil jari2ku yang basah dan
menjilatinya sendiri dengan nikmat.
Ia
lalu mendorongku duduk di atas toilet yg tertutup, Ia duduk bersimpuh dan
mengulum penisku yang belum tegak benar. Jari-jarinya dengan lihay
mengusap-ngusap bijiku dan sesekali menjilatnya. Baru sebentar saja, aku merasa
akan keluar. Jilatan dan isapannya sangat kuat, memberikan sensasi aneh antara
ngilu dan nikmat. Nita melepaskan pagutannya, dan langsung duduk di atas
pangkuanku.
Ia bergerak- gerak sendiri mengocok penisku dengan penuh gairah. Dadanya naik
turun dengan cepat, dan sesekali kucubit putingnya dengan keras. Ia tampak
sangat menyukai sedikit kekerasan. Maka dari itu, aku memutuskan untuk berdiri
dan mengangkat tubuhnya sehingga sekarang posisiku berdiri, dengan kakinya
melingkar di pinggangku.
Kupegang pantatnya yang berisi dan mulai kukocok dengan kasar. Nita tampak sangat menyukainya. Ia mendesah-desah tertahan dan mendorong kepalaku ke dadanya. Karena gemas, kugigit dengan agak keras putingnya. Ia melenguh ,” Oh…gitu Mas..gigit seperti itu…aghhh…”
Kugigit dengan lebih keras puting kirinya, dan kurasakan asin sedikit di
lidahku. Tapi tampaknya Nita makin terangsang.Penisku terus memompa liangnya
dengan cepat, dan kurasakan liangnya semakin menyempit…
Penisku keluar masuk liangnya dengan lebih cepat, dan tiba-tiba mata Nita merem
melek, dan ia semakin menggila, lenguhan dan desahannya semakin kencang hingga
aku harus menutup mulutnya dengan sebelah tangannku.
” Ah Maass…Ehmm… Arghh…Arghhh…Ohhhhh uhhhhhh…” Nita orgasme untuk kesekian
kalinya dan terkulai ke bahuku.
Karena aku masih belum keluar, aku mencabut penisku dari liangnya yang banjir
cairannya, dan membalikan tubuhnya menghadap toilet. Biasa kalau habis minum
staminaku memang suka lebih gila. Nita tampak mengerti maksudku, ia
menunggingkan pantatnya, dan langsung kutusuk penisku ke liangnya dari
belakang. Ia mengeram senang, dan aku bisa melihat seluruh tubuhnya dari cermin
di depan kami. Ia tampak terangsang, seksi dan acak-acakan.
Aku mulai memompa liangnya dengan pelan, lalu makin cepat, dan tangan kiriku meraih puting payudaranya, dan memilinnya dengan kasar, sementara tangan kananku sesekali menepuk keras pantatnya. Penisku makin cepat menusuk2 liangnya yang semakin lama semakin terasa licin. Tanganku berpindah-pindah, kadang mengusap-ngusap klitorisnya dengan cepat.
Badan Nita naik turun sesuai irama kocokanku, dan penisku semakin tegang dan terus
menghantam liangnya dari belakang. Ia mau orgasme lagi, rupanya, karena
wajahnya menegang dan ia mengarahkan tanganku mengusap klitorisnya dengan lebih
cepat.
Penisku terasa makin becek oleh cairan liangnya.
“Nita..aku juga mau keluar nih….”
” oh tahan dulu…kasih aku….penismu….tahan!!!!
“Nita langsung membalikan tubuhnya, dan mencaplok penisku dengan rakus. Ia
mengulumnya naik turun dengan cepat seperti permen, dan dalam itungan detik,
menyemprotlah cairan maniku ke dalam mulutnya.